-

 

Kisah keteladanan Rasulullah SAW dalam bertutur kata

Pada hari itu adalah waktu selewat setelah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat sebagai nabi dan rasul. Beliau menyebarkan ajaran Allah kepada kaum jahiliyah arab. Maka para pembesar suku Quraisy pun mengadakan sidang. Mereka membicarakan perkembangan gerakan yang dijalankan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam sidang tersebut ada dua pilihan, yakni menyelesaikannya dengan kekerasan atau menyelesaikannya dengan jalan damai. Lantas pilihan kedualah yang diambil.
Maka dari itu serombongan orang Quraisy menemui Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada saat itu beliau sedang berada di masjid. Orang Quraisy menunjuk Utbah bin Rabi’ah sebagai juru bicara karena dia yang paling pandai bicara diantara para anggota Dar al-Nadwah atau parelemen Makkah. Ia lalu berkata:
“Wahai keponakanku! Aku memandangmu sebagai orang yang terpandang dan termulia diantara kami. Tiba-tiba engkau datang kepada kami membawa paham baru yang tidak pernah dibawa oleh siapapun sebelum engkau. Kauresahkan masyarakat, kautimbulkan perpecahan, kaucela agama kami. Kami khawatir suatu kali terjadilah peperangan diantara kita hingga kita semua binasa.”
Setelah berhenti sebentar, Utbah melanjutkan bicaranya:
“Apa sebetulnya yang kaukehendaki. Jika kauinginkan harta, akan kami kumpulkan kekayaan dan engkau menjadi orang terkaya diantara kami. Jika kau inginkan kemuliaan, akan kami muliakan engkau sehingga engkau menjadi orang yang paling mulia. Kami tidak akan memutuskan sesuatu tanpa meminta pertimbanganmu. Atau, jika ada penyakit yang mengganggumu, yang tidak dapat kauatasi, akan kami curahkan semua perbendaharaan kami sehingga kami dapatkan obat untuk menyembuhkanmu. Atau mungkin kauinginkan kekuasaan, kami jadikan kamu penguasa kami semua.”
Kisah keteladanan Rasulullah SAW – Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengarkan semua perkataan Utbah dengan sabar. Tidak sekalipun beliau mengeluarkan suara atau menggerakkan tubuh untuk memotong pembicaraan Utbah. Saat Utbah berhenti berbicara, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Sudah selesaikah ya Abal Walid?” lalu Utbah menjawab bahwa dirinya sudah selesai berbicara. Rasulullah kemudian menjawab ucapan Utbah tersebut dengan surat Fushilat, “Haa mim. Diturunkan al-Quran dari Dia yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Sebuah kitab yang ayat-ayatnya dijelaskan. Qur’an dalam bahasa arab untuk kaum berilmu…” Rasulullah terus membaca hingga sampai pada ayat sajdah, beliau kemudian bersujud.
Utbah yang duduk mendengarkan Rasulullah hingga selesai membaca bacaannya lalu berdiri. Ia tak tahu harus mengatakan apa. Ia lantas pergi menemui kaumnya. Di tengah-tengah mereka, ia berbicara dengan pelan memberitahukan bahwa ia telah menemui Muhammad dan menyampaikan apa yang mereka kehendaki. Namun Muhammad menjawab dengan ucapan yang ia tidak mengerti. Ia meminta kaum Quraisy untuk tidak mengganggu Rasulullah karena beliau tidak akan berhenti dari gerakan dakwahnya. Namun ternyata orang-orang Quraisy tidak mematuhi nasihat dari Utbah.
Satu hal yang bisa kita petik dari hal ini adalah kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akhlak beliau ketika berbicara dengan orang lain, sekalipun itu orang kafir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mendengarkan dan tidak memotongnya meskipun beliau tidak menyukai hal tersebut. Kita harusnya berkaca dari peristiwa tersebut. Jangankan mendengar pendapat orang kafir, mendengar pendapat saudara sesama muslim saja kita enggan, bahkan seringkali memotongnya. Semoga kita bisa meniru akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semoga dari kisah keteladanan Rasulullah SAW di atas bisa menginspirasi kita semua, untuk lebih sopan, lebih sabar, dan lebih menghargai orang dalam berbicara seperti nabi junjugan kita Muhammad SAW. Aamiin

0 komen:

Posting Komentar

ayo ramaikan room ini !!!!